MAPCLUB

Selasa, 06 Desember 2016

“KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembangunan di kawasan perkotaan yang demikian pesat telah menjadikan kawasan ini memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Begitu pula, dengan setiap aspek kehidupan sosial di dalamnya yang juga berkembang dengan sangat baik.
Hal ini memunculkan kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan yang pada akhirnya, mengakibatkan peningkatan laju urbanisasi. Percepatan laju urbanisasi berakibat pula pada terdesaknya  sektor pertanian yang berujung pada penurunan produktivitas pertanian. Hal tersebut ditandai dengan semakin tingginya konversi lahan pertanian menjadi kawasan perkotaan. Akibatnya, Indonesia harus mendatangkan produk-produk pertanian dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
Sementara itu, populasi penduduk yang semakin meningkat diperkirakan mencapai angka sekitar 400 juta jiwa di tahun 2035, berbanding lurus dengan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Dalam kurun waktu 35 tahun mendatang, kebutuhan pangan masyarakat diperkirakan akan meningkat lebih dari dua kali lipat kebutuhan pangan saat ini (Siswono Yudohusodo. 2002). Dengan demikian, penurunan produktivitas pertanian dikhawatirkan dapat  menimbulkan kondisi rawan pangan di masa mendatang.
Namun, penurunan produktivitas pertanian tidak hanya semata-mata disebabkan terdesaknya sektor pertanian akibat konversi lahan dan percepatan urbanisasi. Melainkan, juga dipicu oleh produktivitas dan pemasaran pertanian yang masih rendah, budaya petani lokal yang cenderung subsisten, serta kelembagaan dan lingkungan permukiman yang tidak kondusif.

Disadari bahwa pembangunan pedesaan telah banyak dilakukan sejak dari dahulu hingga sekarang, tetapi hasilnya belum memuaskan tehadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan.  Pembangunan pedesaan seharusnya dilihat bukan hanya sebagai obyek tetapi juga sebagai subyek pembangunan. Pembangunan pedesaan harus dilihat sebagai:
upaya mempercepat pembangunan pedesaan melalui penyediaan prasarana dan saran untuk memberdayakan masyarakat, dan
upaya mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kokoh.
Pembangunan pedesaan bersifat multi aspek oleh karena itu perlu di analisis/secara lebih terarah dan serba keterkaitan dengan bidang sektor, dan aspek di luar pedesaan (fisik dan non fisik, ekonomi dan non ekonomi, sosbud dan non spasial).
Pembahasan berikut ini meliputi bebagai aspek yang terkait dengan kebijaksanaan dan strategi pembangunan pedesaan.
Pembangunan perdesaan merupakan interaksi antara potensi yang dimiliki oleh masyarakat desa dan dorongan dad luar untuk mempercepat pembangunan perdesaan. Pendekatan tersebut bermuara pada proses perubahan yang berlangsung secara berkesinambungan. Dengan mendasarkan pada tinjauan seperti itu, pembangunan perdesaan akan terkait dengan proses perubahan yang terjadi pada tataran nasional clan global. Setiap proses perubahan yang bersifat nasional dan global akan berdampak langsung pada seluruh kehidupan masyarakat di perdesaan. Perubahan itu menyangkut perkembangan tata kehidupan ekonomi, pola hubungan sosial masyarakat, dinamika budaya yang berkembang di masyarakat, serta pola pengambilan keputusan oleh masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS MANUSIA
Rencana Pembangunan
Reformasi sistem politik di Indonesia baik yang bersifat kelembagaan maupun perundangan memunculkan model perencanaan dan kebijakan pembangunan nasional yang baru mengantikan model perencanaan dan kebijakan lama. Muara dari reformasi ini adalah keinginan untuk melakukan perbaikan-perbaikan atas kelemahan-kelemahan yang timbul dari praktik perencanaan pembangunan maupun kebijakan pembangunan yang sebelumnya pernah diterapkan demi pencapaian tujuan kesejahteraan rakyat sebagaimana di amanatkan oleh konstitusi.
Dalam konteks ini, Pemerintah dan DPR menyepakati pengundangan UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai landasan bagi proses perumusan program pembangunan baik dalam jangka panjang, menengah maupun tahunan. Berkaitan dengan program pembangunan jangka menengah, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2004-2009 sebagai pedoman bagi penyusunan rencana kerja tahunan pemerintah.
Secara singkat, model dan alur perencanaan pembangunan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dalam dijelaskan dalam diagram berikut ini.Sejalan dengan amandemen UUD 1945 ketiga tahun 2001, Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi memegang kedaulatan negara tertinggi. Selain itu, MPR juga tidak lagi memiliki kewajiban untuk menetapkan GBHN.
Dengan berlakunya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 hingga amandemen keempat, telah terjadi perubahan dalam pengelolaan pembangunan, yaitu:
Penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); Ditiadakannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional; dan Diperkuatnya Otonomi Daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemilihan presiden secara langsung sebagai hasil perubahan UUD 45 dan ditiadakannya GBHN sebagai pedoman Presiden untuk menyusun rencana pembangunan serta pemberlakuan UU Nomor 32 tahun 2004, sebagai amandemen UU Nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah yang memungkinkan penyelenggaraan otonomi daerah dengan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah menjadi landasan perlunya sistem perencanaan pembangunan nasional. Pemberian kewenangan yang luas kepada Daerah juga membawa konsekuensi diperlukannya langkah koordinasi dan pengaturan untuk lebih mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan nasional, pembangunan daerah, maupun pembangunan antar daerah. Untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan diatas, pada tanggal 5 Oktober 2004 Pemerintah dengan persetujuan DPR menerbitkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Melalui UU Nomor 25 tahun 2004, bangsa Indonesia memasuki era baru dalam sejarah pembangunan nasional untuk menjamin kegiatan pembangunan yang berjalan secara efektif, efisien, dan bersasaran dalam rangka mewujudkan tujuan negara sebagaimana diamanahkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah penduduk. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, meskipun laju pertumbuhannya dapat dikendalikan sehingga semakin menurun. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 1990 dan 2000, jumlah penduduk Indonesia 179,4 juta jiwa dan 206,3 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun pada periode 1990-2000, lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk periode 1980-1990 (1,97 persen). Meskipun telah terjadi penurunan pertumbuhan penduduk karena menurunnya angka kelahiran, namun secara absolut pertambahan penduduk Indonesia masih:akan meningkat sekitar 3 sampai 4 juta jiwa per tahun. Hal ini disebabkan belum terkendalinya angka kelahiran pada tahun 1970- an, sehingga terjadi peningkatan jumlah penduduk pasangan usia subur yang relatif lebih cepat dibanding kelompok usia sebelumnya, atau timbulnya momentum kependudukan.
Masih tingginya tingkat kelahiran penduduk. Faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran. Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 1971, angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) diperkirakan 5,6 anak per wanita usia reproduksi, dan saat ini telah turun lebih 50 persen menjadi 2,6 anak per wanita (Survei Demografl dan Kesehatan Indonesia-SDKI 2002-2003). Penurunan TFR antara lain karena meningkatnya penggunaan alat dan obat kontrasepsi (prevalensi) pada pasangan usia subur pada tahun 1980-an. Pada tahun 1971, angka prevalensi penggunaan kontrasepsi kurang dari 5 persen, tahun 1980 meningkat menjadi 26 persen, tahun 1987 menjadi 48 persen, tahun 1997 menjadi 57 persen, dan tahun 2002 sebesar 60 persen (SDKI 2002-2003).

SDM Indonesia dalam Persaingan Global
Sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan.
Adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia. Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.
Fenomena meningkatnya angka pengangguran sarjana seyogyanya perguruan tinggi ikut bertanggungjawab. Fenomena penganguran sarjana merupakan kritik bagi perguruan tinggi, karena ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa.
Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi.
Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali memperbaiki kesalahan pada masa lalu. Rendahnya alokasi APBN untuk sektor pendidikan—tidak lebih dari 12% -- pada peme-rintahan di era reformasi. Ini menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan saatnya lagi Indonesia membangun perekonomian dengan kekuatan asing. Tapi sudah seharusnya bangsa Indonesia secara benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya daya yang dimiliki (resources base).
Orang tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja. Hambatan kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum sekolah adalah belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.
Ekonomi abad ke-21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, di mana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).
Perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi yang akan dihadapi bangsa Indonesia antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut: Produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif.
Pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari mancanegara.
Tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional dan\atau buruh diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
Jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV, radio, media cetak dan lain-lain. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh KFC, Hoka Hoka Bento, Mac Donald, dll melanda pasar di mana-mana.
Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin ketat dan fair. Bahkan, transaksi menjadi semakin cepat karena “less papers/documents” dalam perdagangan, tetapi dapat mempergunakan jaringan teknologi telekomunikasi yang semakin canggih.
Dengan kegiatan bisnis korporasi (bisnis corporate) di atas dapat dikatakan bahwa globalisasi mengarah pada meningkatnya ketergantungan ekonomi antarnegara melalui peningkatan volume dan keragaman transaksi antarnegara (cross-border transactions) dalam bentuk barang dan jasa, aliran dana internasional (international capital flows), pergerakan tenaga kerja (human movement) dan penyebaran teknologi informasi yang cepat. Sehingga secara sederhana dapat dikemukakan bahwa globalisasi secara hampir pasti telah merupakan salah satu kekuatan yang memberikan pengaruh terhadap bangsa, masyarakat, kehidupan manusia, lingkungan kerja dan kegiatan bisnis corporate di Indonesia. Kekuatan ekonomi global menyebabkan bisnis korporasi perlu melakukan tinjauan ulang terhadap struktur dan strategi usaha
Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak ringan. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan saing yang tinggi niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia, tidak akan mampu menembus pasar internasional. Bahkan masuknya produk impor dapat mengancam posisi pasar domestik. Dengan kata lain, dalam pasar yang bersaing, keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan faktor yang desisif dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, upaya meningkatkan daya saing dan membangun keunggulan kompetitif bagi produk Indonesia tidak dapat ditunda-tunda lagi dan sudah selayaknya menjadi perhatian berbagai kalangan, bukan saja bagi para pelaku bisnis itu sendiri tetapi juga bagi aparat birokrasi.
Realitas globalisasi yang demikian membawa sejumlah implikasi bagi pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu tuntutan globalisasi adalah daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi akan terwujud bila didukung oleh SDM yang handal. Untuk menciptakan SDM berkualitas dan handal yang diperlukan adalah pendidikan. Sebab dalam hal ini pendidikan dianggap sebagai mekanisme kelembagaan pokok dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan. Pendidikan merupakan kegiatan investasi di mana pembangunan ekonomi sangat berkepentingan. Sebab bagaimanapun pembangunan ekonomi membutuhkan kualitas SDM yang unggul baik dalam kapasitas penguasaan IPTEK maupun sikap mental, sehingga dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Oleh karena itu dimensi daya saing dalam SDM semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDM melalui pendidikan.
Salah satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah bahwa pendidikan merupakan subordinasi dari pembangunan ekonomi. Pada era sebelum reformasi pembangunan dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal ini sejalan dengan kuatnya orientasi pertumbuhan ekonomi. Visi pembangunan yang demikian kurang kondusif bagi pengembangan SDM, sehingga pendekatan fisik melalui pembangunan sarana dan prasarana pendidikan tidak diimbangi dengan tolok ukur kualitatif pendidikan.
Problem utama dalam pembangunan sumberdaya manusia adalah terjadinya missalocation of human resources. Pada era sebelum reformasi, pasar tenaga kerja mengikuti aliran ekonomi konglomeratif. Di mana tenaga kerja yang ada cenderung memasuki dunia kerja yang bercorak konglomeratif yaitu mulai dari sektor industri manufaktur sampai dengan perbankan. Dengan begitu, dunia pendidikan akhirnya masuk dalam kemelut ekonomi politik, yakni terjadinya kesenjangan ekonomi yang diakselerasi struktur pasar yang masih terdistorsi.
Kenyataan menunjukkan banyak lulusan terbaik pendidikan masuk ke sektor-sektor ekonomi yang justru bukannya memecahkan masalah ekonomi, tapi malah memperkuat proses konsentrasi ekonomi dan konglomerasi, yang mempertajam kesenjangan ekonomi. Hal ini terjadi karena visi SDM terbatas pada struktur pasar yang sudah ada dan belum sanggup menciptakan pasar sendiri, karena kondisi makro ekonomi yang memang belum kondusif untuk itu. Di sinilah dapat disadari bahwa visi pengembangan SDM melalui pendidikan terkait dengan kondisi ekonomi politik yang diciptakan pemerintah.
Sementara pada pascareformasi belum ada proses egalitarianisme SDM yang dibutuhkan oleh struktur bangsa yang dapat memperkuat kemandirian bang sa. Pada era reformasi yang terjadi barulah relatif tercipta reformasi politik dan belum terjadi reformasi ekonomi yang substansial terutama dalam memecahkan problem struktural seperti telah diuraikan di atas. Sistem politik multipartai yang telah terjadi dewasa ini justru menciptakan oligarki partai untuk mempertahankan kekuasaan.
Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain Indonesia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi. Pertanyaannya sekarang adalah bahwa keterlibatan Indonesia pada liberalisasi perdagangan model AFTA, APEC dan WTO dalam rangka untuk apa? Bukankah harapannya dengan keterlibatan dalam globalisasi seperti AFTA, APEC dan WTO masalah kemiskinan dan pengangguran akan terpecahkan.
Dengan begitu, seandainya bangsa Indonesia tidak bisa menyesuaikan terhadap pelbagai kondisionalitas yang tercipta akibat globalisasi, maka yang akan terjadi adalah adanya gejala menjual diri bangsa dengan hanya mengandalkan sumberdaya alam yang tak terolah dan buruh yang murah. Sehingga yang terjadi bukannya terselesaikannya masalah-masalah social ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan ekonomi, tetapi akan semakin menciptakan ketergantungan kepada negara maju.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi tuntutan globalisasi seyogyanya kebijakan link and match mendapat tempat sebagai sebuah strategi yang mengintegrasikan pembangunan ekonomi dengan pendidikan. Namun sayangnya ide link and match yang tujuannya untuk menghubungkan kebutuhan tenaga kerja dengan dunia pendidikan belum ditunjang oleh kualitas kurikulum sekolah yang memadai untuk menciptakan lulusan yang siap pakai. Yang lebih penting dalam hal ini adalah strategi pembangunan dan industrialisasi secara makro yang seharusnya berbasis sumberdaya yang dimiliki, yakni kayanya sumberdaya alam (SDA). Kalau strategi ini tidak diciptakan maka yang akan terjadi adalah proses pengulangan kegagalan karena terjebak berkelanjutannya ketergantungan kepada utang luar negeri, teknologi, dan manajemen asing. Sebab SDM yang diciptakan dalam kerangka mikro hanya semakin memperkuat proses ketergantungan tersebut.
Bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya akan SDA, memiliki posisi wilayah yang strategis (geo strategis), yakni sebagai negara kepulauan dengan luas laut 2/3 dari luas total wilayah; namun tidak mampu mengembalikan manfaat sumber kekayaan yang dimiliki kepada rakyat. Hal ini karena strategi pembangunan yang diciptakan tidak membangkitkan local genuin. Yang terjadi adalah sumber kekayaan alam Indonesia semakin mendalam dikuasai oleh asing. Sebab meskipun andaikata bangsa ini juga telah mampu menciptakan SDM yang kualifaid terhadap semua level IPTEK, namun apabila kebijakan ekonomi yang diciptakan tidak berbasis pada sumberdaya yang dimiliki (resources base), maka ketergantungan ke luar akan tetap berlanjut dan semakin dalam.
Oleh karena itu harus ada shifting paradimn, agar proses pembangunan mampu mendorong terbentuknya berbagai keahlian yang bisa mengolah SDA dan bisa semakin memandirikan struktur ekonomi bangsa. Supaya visi tersebut pun terjadi di berbagai daerah, maka harus ada koreksi total kebijakan pembangunan di tingkat makro dengan berbasiskan kepada pluralitas daerah. Dengan demikian harapannya akan tercipta SDM yang mampu memperjuangkan kebutuhan dan penguatan masyarakat lokal. Karena untuk apa SDM diciptakan kalau hanya akan menjadi perpanjangan sistem kapitalisme global dengan mengorbankan kepentingan lokal dan nasional.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.
Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan.
Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat mempengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).
Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.
Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik, dan sistem yang berkembang dan berlaku.
Pertumbuhan ekonomi tidak akan berjalan jika tidak didukung sumber daya manusia yang memadai. Sebaliknya, pembangunan kualitas sumber daya manusia juga tidak akan tercapai tanpa dukungan pertumbuhan ekonomi. Demikian pula pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kualitas sumber daya manusia.
Segitiga pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial, pengendalian pertumbuhan penduduk, serta lingkungan hidup harus dikelola pemerintah secara bersama-sama dan terintegrasi.
Itulah konsep pembangunan berwawasan kependudukan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Penduduk harus ditempatkan sebagai titik sentral kegiatan pembangunan.
Selama periode 2004-2009, tingkat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan antara 4,5 persen sampai 6,0 persen. Pertumbuhan ekonomi sebesar itu diperkirakan hanya dapat menyerap angkatan kerja baru sekitar satu sampai satu setengah juta pekerja saja.
Pada masa lalu, setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen mampu menyerap sekitar 400.000 pekerja. Namun, pada saat ini diperkirakan hanya mampu menyerap sebanyak 250.000 sampai 300.000 pekerja baru. Sementara angkatan kerja baru setiap tahun bertambah 2,5 juta orang. Dengan jumlah penduduk yang diperkirakan masih bertambah dari 207 juta jiwa pada tahun 2004 menjadi 220 juta jiwa pada tahun 2009, diperkirakan tingkat pengangguran pada tahun 2009 nanti sekitar 8 persen dari seluruh angkatan kerja yang ada.
B. STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN MELALUI SEKTOR PERTANIAN
Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap dasar, yakni:
Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional, dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil.
Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan dari strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya pembinaan ketenagakerjaan.
Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah pedesaan yang bersifat padat karya, yaitu nonpertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian.
Harus diingat bahwa tanpa pembangunan daerah pedesaan yang integratif, pertumbuhan industri tidak akan berjalan dengan lancar dan kalaupun bisa berjalan, pertumbuhan industri tersebut akan menciptakan berbagai ketimpangan internal yang sangat parah dalam perekonomian bersangkutan. Pada gilirannya, segenap ketimpangan tersebut akan memperparah masalah-masalah kemiskinan, ketimpangan pendapatan, serta pengangguran.
Konsepsi Sektor Pertanian
Pertanian merupakan suatu proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak, serta produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya alam yaitu sumber daya tumbuhan dan sumber daya hewan. Pemanfaatan kedua sumber daya ini sebaiknya dilakukan secara baik dan efisien, sehingga nantinya sektor pertanian dapat menghasilkan output yang berkualitas baik dan jumlah dari output tersebut bisa untuk mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri. Namun demikian, sampai saat ini masih juga ditemukan kasus-kasus yang sangat merugikan bagi perkembangan sektor pertanian yaitu kasus seperti penangkapan ikan dengan menggunakan pukat harimau dan bahan peledak yang nantinya dapat merusak ekosistem di dasar laut, perburuan hewan di hutan dan penebangan hutan secara ilegal serta munculnya proyek-proyek perumahan yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengambil luas lahan sawah dan hutan yang ada.
Sebenarnya salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia adalah sektor pertanian yang merupakan penerapan akal dan karya manusia melalui pengendalian proses produksi biologis tumbuh-tumbuhan dan hewan, sehingga lebih bermanfaat bagi manusia. Tanaman dapat diibaratkan sebagai pabrik primer karena dengan memakai bahan dasar langsung dari alam dapat menghasilkan bahan organik yang bermanfaat bagi manusia baik langsung maupun tidak langsung.
Usaha pertanian memiliki dua ciri penting yaitu :
Selalu melibatkan barang dalam volume besar
Proses produksi yang memiliki resiko yang relatif tinggi
Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga dan hidroponika) telah dapat mengurangkan ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih menggunakan bentuk dan cara pertanian yang lama.
Dalam rangka meningkatkan taraf hidup kelompok masyarakat yang paling miskin, upaya yang dilakukan harus langsung diarahkan kepada kelompok penduduk yang bersangkutan. Karena pada umumnya mereka tinggal di pedesaan dan bekerja di sektor pertanian, maka kunci pengentasan kemiskinan terletak pada pembangunan sektor pertanian secara sungguh-sungguh. Revolusi hijau sangat berperan dalam meningkatkan jumlah kawasan garapan dan menaikkan output. Sayangnya , manfaat yang dihsilkan tidak selalu menyebar ke wilayah lain atau mendukung pelestarian lingkungan yang berkelanjutan.
Di sejumlah negara-negara yang berkembang, pertaniannya bersifat subsisten. Jangankan untuk mencukupi kebutuhan pangan daerah perkotaan untuk keperluan sehari-hari para petani itu saja tidak memadai. Sedangkan di negara-negara maju pertumbuhan output pertanian yang mantap telah berlangsung sejak pertengahan abad ke-18. Laju pertumbuhan tersebut dipacu oleh perkembangan teknologi dan pengetahuan biologi, yang mampu menghasilkan tingkat produktivitas tenaga kerja dan lahan yang lebih tinggi lagi.
Pembangunan sektor pertanian dan daerah pedesaan kini diyakini sebagai intisari pembangunan nasional secara keseluruhan oleh banyak pihak. Harus diingat bahwa tanpa pembangunan daerah pedesaan yang integratif pertumbuhan industri tidak akan berjalan dengan lancar, dan kalaupun bisa berjalan, pertumbuhan industri tersebut menciptakan berbagai ketimpangan internal yang sangat parah bagi perekonomian negara yang bersangkutan.
Apabila tujuan utama pembangunan pertanian dan daerah pedesaan di negara-negara berkembang adalah untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat di pedesaan melalui peningkatan pendapatan, total produksi (output), dan produktivitas petani kecil, maka pertama-tama pemerintahan negara-negara berkembang tersebut harus mengidentifikasi sumber-sumber pokok kemajuan pertanian dan kondisi-kondisi dasar yang sekiranya akan mepengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan utama. Sehingga untuk menuju pertanian dan pedesaan yang andal perlu dipahami apa saja yang menjadi sumber kemajuan, syarat-syarat untuk maju, dan kebijakan pendukung apa yang diperlukan.
Sumber-sumber Kemajuan Pertanian Berskala Kecil
Kemajuan teknologi dan inovasi.
Kebijakan ekonomi pemerintah yang tepat.
Kelembagaan sosial yang menunjang.
Syarat Umum bagi Kemajuan Pedesaan
Modernisasi struktur usaha tani dalam rangka memenuhi bahan pangan yang terus meningkat.
Penciptaan sistem penunjang yang efektif.
Perubahan kondisi sosial pedesaan guna memperbaiki taraf hidup masyarakat pedesaan.
Strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak membutuhkan tiga unsur yaitu :
Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional, dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil.
Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan dari strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya pembinaan ketenagakerjaan.
Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah pedesaan yang bersifat padat karya, yaitu non pertanian yang secara langsung dan tidak langsung akan menujang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian.
Ada tiga dalil pokok yang merupakan syarat-syarat terpenting yang harus segera dipenuhi atau dilaksanakan dalam rangka merealisasikan setiap strategi pengembangan sektor-sektor pertanian dan pembangunan daerah-daerah pedesaan yang berorientasikan pada kepentingan rakyat banyak.
Land Reform
Dalil 1: Struktur usaha tani dan pola kepemilikan lahan harus disesuaikan dengan tujuan utama yang bersisi ganda, yaitu peningkatan produksi bahan pangan, serta pemerataan segala manfaat atau keuntungan-keuntungan kemajuan pertanian pada sisi yang lain. Pembangunan sektor pertanian dan pedesaan hanya akan berhasil membawa manfaat atau keuntungan bagi orang banyak apabila ada usaha bersama antara pihak pemerintah dan semua petani (bukan hanya petani-petani besar saja). Langkah yang harus dilakukan adalah pemberian dan perbaikan hak kepemilikan atau penggunaan lahan kepada masing-masing petani.
Oleh karena itu program land reform harus dijalankan demi menciptakan kondisi awal bagi terselenggaranya pembangunan pertanian yang mantap di berbagai negara-negara berkembang. Program land reform biasanya meliputi redistribusi hak-hak kepemilikan lahan dan/atau pembatasan penggunaan lahan yang terlalu luas oleh tuan-tuan tanah, serta membagikannya kepada petani kecil yang lahannya terlalu sempit atau tidak memiliki lahan sama sekali.
Semua land reform pada dasarnya dimaksudkan untuk melaksanakan suatu fungsi sentral: mengalihkan hak kepemilikan atau pemanfaatan lahan secara langsung atau tidak langsung pada orang-orang yang nantiny benar-benar menggarap lahan tersebut.
Kebijakan-kebijakan Pendukung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOSIALISASI, BIMTEK DAN PEMBINAAN CABOR FORMI

TANTANGAN FORMI KEDEPAN LEBIH BESAR TERUTAMA  RENCANA PERUBAHAN DARI FEDERASI OLAHRAGA REKREASI MASYARAKAT INDONESIA ( FORMI ) MENJADI KOMIT...