MAPCLUB

Minggu, 26 Mei 2019

E-New Budgeting Untuk Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Daerah


E-New Budgeting Untuk Transparansi dan
Akuntabilitas Keuangan Daerah[1]

Disusun Oleh: H. Baddrut Tamam, S,Psi.[2]

Pengantar
Pengelolaan keuangan daerah secara transparan dan akuntabel, menjadi variable keberhasilan penyelenggaran pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government). Karena itulah, pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel bukanlah sebuah strategi kebijakan yang bebas dipilih oleh pemerintah daerah, memilih untuk menerapkannya atau tidak menerapkannya. Karena pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel merupakan perintah Undang-undang yang harus dilaksanakan pemerintahan daerah, sebagaimana diatur dalam pasal 280 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pengelolaan daerah harus efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Artinya, ketentuan dalam Undang-undang ini merupakan sesuatu yang dapat ditawar pelaksanaan.
Penerapan E-New Budgeting sejatinya merupakan integrasi dari penggunaan tekhnologi (perangkat elektorik) dalam pengelolaan keuangan daerah. E-New Budgeting integrasi penerapan e-planning, e-budgeting, e-procurement, e-penatausahaan/e-payment, e-pelaporan, e-akuntasi, e-controlling. Penerapan E-New Budgeting dilingkungan Pemerintah Daerag merupakan bagian dari pemenuhan terhadap peraturan perundang-undangan, untuk mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel.
Secara prinsip, E-New Budgeting merupakan inovasi dalam rangka mewujudkan pemerintah yang bersih, transparan dan akuntabel, serta mempercepat pembanguan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang memerintahkan adanya Inovasi Daerah. Semangat dalam inovasi daerah tersebut dijelaskan dalam Pasal 386 dan Pasal 387, bahwa dalam rangka peningkatan kinerja penyelenggara Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah dapat melakukan inovasi, yang diarahkan pada; a) peningkatan efisiensi, b) perbaikan efektivitas, c) perbaikan kualitas pelayanan, d) tidak ada konflik kepentingan, e) berorientasi kepada kepentingan umum dan f) dilakukan secara terbuka.

Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan daerah
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang transparan dan akuntabel merupakan pengejawantahan dari konsep demokrasi dalam konteks governance. Dimana demokrasi dimaknai sebagai pemerintahan yang berasal dari (partisipasi) rakyat, dikelola (secara transparan dan akuntabel) oleh rakyat, dan dimanfaatkan (secara responsif) untuk pemenuhan hak-hak rakyat.
Skema dasar inilah yang digunakan untuk membingkai anggaran pro poor. Dari sisi proses, anggaran direncanakan dan dilaksanakan secara partisipatif, sisi mekanisme, anggaran menegaskan pengelolaan secara transparan dan akuntabel, dan dari sisi substansi, anggaran adalah kebijakan anggaran yang responsif terhadap kaum miskin.
Transparansi merupakan salah satu prinsip good governance yang dapat didefinisikan sebagai sebuah kondisi yang dapat dilihat atau dideteksi, kondisi yang menjamin adanya akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, baik proses pembuatan maupun pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Dengan demikian, prinsip dasar transparansi publik adalah, akses masyarakat terhadap informasi dan komunikasi yang akurat oleh pemerintah.
Prinsip tersebut merupakan hal penting untuk mewujudkan transparansi yang berkorelasi terhadap partisipasi publik dan pengawasan yang efektif dalam pengelolaan anggaran daerah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Dalam penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik, transparansi berkaitan dengan kemungkinan para stakeholder untuk mendapatkan, melihat, dan mengetahui apa yang dilakukan pemerintah.

Akuntabilitas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Secara definitif, akuntabilitas merupakan kapasitas pemerintah atau penyedia pelayanan mempertanggung-jawabkan kebijakannya, kegiatannya, serta pengalokasian anggaran. Dalam Penyenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah dan DPRD, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Pasal 57 dan Pasal 58, diikat dengan beberapa asas, salah satunya adalah asas akuntabilitas. Bahwa, setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam konteks akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, akuntabilitas harus tercermin dalam dua aspek besar yaitu proses dan hasil. Proses yang akuntabel, dimaksudkan untuk mengukur bagaimana perumusan anggaran merupakan jawaban atas berbagai problem yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu dalam kontes ini, kekhawatiran belum terwakilinya, belum terakomodasinya semua permasalahan warga dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang dilaksanakan secara bertingkat, dari tingkat desa sampai nasional, harus dapat dijawab dengan pelaksanaan Reses DPRD.
Reses DPRD harus menjadi jembatan bagi kebuntuan jalur aspirasi masyarakat terkait anggaran. Karena itu, Reses DPRD harus lebih diefektifkan sebagai sarana/media menyerap aspirasi masyarakat. Aspirasi yang tertampung kemudian dapat dibawa di dalam pembahasan panitia anggaran legislatif sebagai usulan konstituen dan daerah pemilihan (dapil).
Proses ini tentu saja dapat dilakukan secara paralel dengan fasilitasi atau pendampingan hasil-hasil Musrenbang yang dihasilkan dari komunitas. Pengerucutan dari aspirasi lewat proses penyerapan reses dapat dirumuskan menjadi program unggulan dari masing-masing daerah pemilihan baik di skala kabupaten/kota, provinsi atau di tingkat nasional oleh DPRRI dan DPD.
Kemudian, akuntabilitas juga dapat dilihat dari sisi hasil. Pada sisi ini, tingkat akuntabilitas pengelolaan anggaran dapat mengukur tingkat kesesuaian implementasi anggaran dengan dokumen perencanaan, serta ketepatan kelompok sasarannya. Oleh karena itu, secara filosifis, akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, merupakan kewajiban pemerintah disatu sisi, dan disisi yang lain, akuntabilitas merupakan hak masyarakat.

Dimensi Akuntabilitas Publik
Dalam mengukur akuntabalitas penyelenggaraan pemerintahan, khususnya dalam pengelolaan keuangan, setidaknya dapat digunakan 5 (lima) dimensi dalam akuntabilitas publik, yaitu; Policy Accountability (Akuntabel atas pilihan kebijakan); Program Accountability (Akuntabilitas atas pencapaian hasil); Probity & legality accountability (Kepatuhan terhadap hokum); Economic Accountability (Akuntabilitas atas efisiensi kegiatan); serta Process Accountability (Akuntabilitas atas proses/ prosedur yang dilalui).
Selanjutnya, dari sisi penyelengara pemerintahan. Sebagai sebuah keharusan yang diamanatkan oleh Undang-undang, serta prasyarat dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government), maka penting bagi kita, penyelenggara pemerintahan daerah untuk terus meningkatkan derajat akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, dengan cara memperbaiki dan  meningkatkan kapasitas pemerintahaan serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan; memperbaiki prosedur administrasi, audit, perencanaan, pelaksanaan serta control pelaksanaan kebijakan; memungkinkan adanya keterlibatan institusi independen; serta meningkatkan akuntabilitas social melalui peningkatan keterlibatan warga.

Penutup
Sebagai sebuah inovasi, dalam rangka terus meningkatkan derajah pelaksanaan pemerintahan yang baik dan bersih. Maka penerapan E-New Budgeting harus menjadi media yang dapat membantu, mengefektifkan proses penyusunan kebijakan anggaran baik bagi pemerintah daerah, maupun bagi DPRD sebagai actor utama dalam proses penyusunan kebijakan anggaran.
Selain itu, E-New Budgeting harus menjadi jawaban bagi kewajiban pemerintah dalam konteks relasi kontraktual antara pemerintah sebagai agent atau petugas/pelayan yang bertugas menjalankan atau memenuhi kepentingan rakyat sebegai principal.
Penerapan E-New Budgeting hendaknya menjadi media bagi percepatan pembangunan yang berkeadilan, mempermudah pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan anggaran, baik oleh pemerintah, DPRD maupun oleh masyarakat. E-New Budgeting juga harus diposisikan sebagai terobosan baik serta strategi yang tepat bagi pembentukan dan pengelolaan anggaran yang pro people, pro poor, pro job, pro growth dan pro environment.
Perubahan merupakan fakta sejarah, perubahan itu pasti. Inovasi dalam rangka pengelolaan pemerintahan yang bersih dan baik merupakan sesuatu yang tidak bisa ditolak. Pun demikian dengan Penyelengara pemerintahan daerah harus terus bergerak melakukan perubahan melalui kebijakan inovatif, demi perbaikan derajat penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih.




[1] Disampaikan dalam Seminar Nasional Ekonomi Manajemen dan Akuntansi (SINEMA) dan Call Paper oleh Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Madura, yang diselenggarakan di Universitas Islam Madura, pada tanggal 06 Desember 2018
[2] Bupati Pamekasan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOSIALISASI, BIMTEK DAN PEMBINAAN CABOR FORMI

TANTANGAN FORMI KEDEPAN LEBIH BESAR TERUTAMA  RENCANA PERUBAHAN DARI FEDERASI OLAHRAGA REKREASI MASYARAKAT INDONESIA ( FORMI ) MENJADI KOMIT...