E-New Budgeting Untuk Transparansi dan
Akuntabilitas
Keuangan Daerah[1]
Disusun Oleh: H. Baddrut
Tamam, S,Psi.[2]
Pengantar
Pengelolaan keuangan daerah
secara transparan dan akuntabel, menjadi variable keberhasilan penyelenggaran
pemerintahan yang baik dan bersih (good
and clean government). Karena itulah, pengelolaan keuangan daerah yang
transparan dan akuntabel bukanlah sebuah strategi kebijakan yang bebas dipilih
oleh pemerintah daerah, memilih untuk menerapkannya atau tidak menerapkannya.
Karena pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel merupakan perintah
Undang-undang yang harus dilaksanakan pemerintahan daerah, sebagaimana diatur
dalam pasal 280 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,
bahwa pengelolaan daerah harus efektif, efisien, transparan dan akuntabel.
Artinya, ketentuan dalam Undang-undang ini merupakan sesuatu yang dapat ditawar
pelaksanaan.
Penerapan E-New Budgeting sejatinya merupakan integrasi dari penggunaan
tekhnologi (perangkat elektorik) dalam pengelolaan keuangan daerah. E-New Budgeting integrasi penerapan e-planning, e-budgeting, e-procurement,
e-penatausahaan/e-payment,
e-pelaporan, e-akuntasi, e-controlling.
Penerapan E-New Budgeting
dilingkungan Pemerintah Daerag merupakan bagian dari pemenuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, untuk mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang efisien,
efektif, transparan dan akuntabel.
Secara prinsip, E-New Budgeting merupakan inovasi dalam
rangka mewujudkan pemerintah yang bersih, transparan dan akuntabel, serta mempercepat
pembanguan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang memerintahkan
adanya Inovasi Daerah. Semangat dalam inovasi daerah tersebut dijelaskan dalam
Pasal 386 dan Pasal 387, bahwa dalam rangka peningkatan kinerja penyelenggara
Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah dapat melakukan inovasi, yang diarahkan
pada; a) peningkatan efisiensi, b) perbaikan efektivitas, c) perbaikan kualitas
pelayanan, d) tidak ada konflik kepentingan, e) berorientasi kepada kepentingan
umum dan f) dilakukan secara terbuka.
Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan
daerah
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang transparan dan akuntabel
merupakan pengejawantahan dari konsep demokrasi dalam konteks governance. Dimana demokrasi dimaknai sebagai pemerintahan yang
berasal dari (partisipasi) rakyat, dikelola (secara transparan dan akuntabel) oleh rakyat,
dan dimanfaatkan (secara responsif) untuk pemenuhan hak-hak rakyat.
Skema dasar inilah yang digunakan
untuk membingkai anggaran pro poor.
Dari sisi proses, anggaran direncanakan dan dilaksanakan secara partisipatif,
sisi mekanisme, anggaran menegaskan pengelolaan secara transparan dan
akuntabel, dan dari sisi substansi, anggaran adalah kebijakan anggaran yang
responsif terhadap kaum miskin.
Transparansi merupakan salah satu prinsip good governance yang dapat didefinisikan sebagai sebuah kondisi
yang dapat dilihat atau dideteksi, kondisi yang menjamin adanya akses
atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang
penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, baik proses
pembuatan maupun pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Dengan demikian, prinsip dasar
transparansi publik adalah, akses masyarakat terhadap informasi dan komunikasi
yang akurat oleh pemerintah.
Prinsip
tersebut merupakan hal penting untuk mewujudkan transparansi yang berkorelasi
terhadap partisipasi publik dan pengawasan yang efektif dalam pengelolaan
anggaran daerah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Dalam
penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik, transparansi berkaitan
dengan kemungkinan para stakeholder untuk mendapatkan, melihat, dan mengetahui
apa yang dilakukan pemerintah.
Akuntabilitas
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Secara definitif, akuntabilitas
merupakan kapasitas pemerintah atau penyedia pelayanan mempertanggung-jawabkan
kebijakannya, kegiatannya, serta pengalokasian anggaran. Dalam Penyenggaraan
Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah dan DPRD, sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Pasal 57 dan Pasal 58, diikat dengan
beberapa asas, salah satunya adalah asas akuntabilitas. Bahwa, setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam konteks akuntabilitas
pengelolaan keuangan daerah, akuntabilitas harus tercermin dalam dua aspek
besar yaitu proses dan hasil. Proses yang akuntabel, dimaksudkan untuk mengukur
bagaimana perumusan anggaran merupakan jawaban atas berbagai problem yang
dihadapi masyarakat. Oleh karena itu dalam kontes ini, kekhawatiran belum
terwakilinya, belum terakomodasinya semua permasalahan warga dalam Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang dilaksanakan secara bertingkat, dari
tingkat desa sampai nasional, harus dapat dijawab dengan pelaksanaan Reses
DPRD.
Reses DPRD harus menjadi
jembatan bagi kebuntuan jalur aspirasi masyarakat terkait anggaran. Karena itu,
Reses DPRD harus lebih diefektifkan sebagai sarana/media menyerap aspirasi
masyarakat. Aspirasi yang tertampung kemudian dapat dibawa di dalam pembahasan
panitia anggaran legislatif sebagai usulan konstituen dan daerah pemilihan
(dapil).
Proses ini tentu saja dapat
dilakukan secara paralel dengan fasilitasi atau pendampingan hasil-hasil
Musrenbang yang dihasilkan dari komunitas. Pengerucutan dari aspirasi lewat
proses penyerapan reses dapat dirumuskan menjadi program unggulan dari
masing-masing daerah pemilihan baik di skala kabupaten/kota, provinsi atau di
tingkat nasional oleh DPRRI dan DPD.
Kemudian, akuntabilitas juga
dapat dilihat dari sisi hasil. Pada sisi ini, tingkat akuntabilitas pengelolaan
anggaran dapat mengukur tingkat kesesuaian implementasi anggaran dengan dokumen
perencanaan, serta ketepatan kelompok sasarannya. Oleh karena itu, secara filosifis, akuntabilitas pengelolaan keuangan
daerah, merupakan kewajiban pemerintah disatu sisi, dan disisi yang lain,
akuntabilitas merupakan hak masyarakat.
Dimensi Akuntabilitas Publik
Dalam mengukur akuntabalitas penyelenggaraan pemerintahan,
khususnya dalam pengelolaan keuangan, setidaknya dapat digunakan 5 (lima)
dimensi dalam akuntabilitas publik, yaitu; Policy Accountability (Akuntabel
atas pilihan kebijakan); Program Accountability (Akuntabilitas
atas pencapaian hasil); Probity & legality accountability
(Kepatuhan terhadap hokum); Economic Accountability (Akuntabilitas
atas efisiensi kegiatan); serta Process Accountability (Akuntabilitas atas proses/ prosedur
yang dilalui).
Selanjutnya, dari sisi penyelengara pemerintahan. Sebagai sebuah
keharusan yang diamanatkan oleh Undang-undang, serta prasyarat dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government), maka penting bagi kita, penyelenggara
pemerintahan daerah untuk terus meningkatkan derajat akuntabilitas
penyelenggaraan pemerintahan daerah, dengan cara memperbaiki dan meningkatkan
kapasitas pemerintahaan serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan;
memperbaiki prosedur administrasi, audit, perencanaan, pelaksanaan serta
control pelaksanaan kebijakan; memungkinkan adanya keterlibatan institusi independen; serta meningkatkan akuntabilitas social melalui peningkatan keterlibatan
warga.
Penutup
Sebagai
sebuah inovasi, dalam rangka terus meningkatkan derajah pelaksanaan
pemerintahan yang baik dan bersih. Maka penerapan E-New Budgeting harus menjadi media yang dapat membantu,
mengefektifkan proses penyusunan kebijakan anggaran baik bagi pemerintah
daerah, maupun bagi DPRD sebagai actor utama dalam proses penyusunan kebijakan
anggaran.
Selain
itu, E-New Budgeting harus menjadi
jawaban bagi kewajiban pemerintah dalam konteks relasi kontraktual antara
pemerintah sebagai agent atau petugas/pelayan
yang bertugas menjalankan atau memenuhi kepentingan rakyat sebegai principal.
Penerapan
E-New Budgeting hendaknya menjadi
media bagi percepatan pembangunan yang berkeadilan, mempermudah pelaksanaan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan anggaran, baik oleh pemerintah,
DPRD maupun oleh masyarakat. E-New
Budgeting juga harus diposisikan sebagai terobosan baik serta strategi yang
tepat bagi pembentukan dan pengelolaan anggaran yang pro people, pro poor, pro job, pro growth dan pro environment.
Perubahan
merupakan fakta sejarah, perubahan itu pasti. Inovasi dalam rangka pengelolaan
pemerintahan yang bersih dan baik merupakan sesuatu yang tidak bisa ditolak.
Pun demikian dengan Penyelengara pemerintahan daerah harus terus bergerak melakukan
perubahan melalui kebijakan inovatif, demi perbaikan derajat penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan bersih.
[1] Disampaikan dalam Seminar Nasional Ekonomi Manajemen dan
Akuntansi (SINEMA) dan Call Paper oleh Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Madura, yang diselenggarakan di Universitas Islam Madura,
pada tanggal 06 Desember 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar