Pendahuluan: Politik
Lokal dan Otonomi Daerah
Pola pembangunan wilayah di Indonesia mengalami perubahan
drastis setelah peristiwa reformasi ekonomi-politik tahun 1998. Perubahan
tersebut ditandai dengan pergeseran paradigma pembangunan nasional; dari
awalnya sentralistik menjadi desentralistik, atau pemberian otonomi kepada
daerah untuk menjalankan pemerintahannya dengan lebih leluasa tanpa harus
selalu mengikuti kebijakan pemerintah pusat. Fenomena yang kemudian dikenal
dengan istilah otonomi daerah (desentralisasi) tersebut dilandaskan pada
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Desentralisasi pada akhirnya menjadi
alternatif dari sistem sentralisasi yang dianggap tidak demokratis. Desentralisasi
dianggap mampu membawa kebijakan pembangunan lebih sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, dan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Rodinelli
dan Cheema (dalam Marijan, 2015) terkait dengan desentralisasi dan pembangunan
menyimpulkan bahwa melalui desentralisasi, pemerintah daerah dapat berjalan
lebih efektif dan efisien termasuk dalam penyediaan barang-barang dan layanan
publik.[1]
Namun desentralisasi ala UU No. 22/1999 tersebut banyak
mendapatkan kritik karena dianggap hanya menguatkan dimensi otonomi
pemerintahan daerah, tanpa membangun kapasitas otonomi demokrasi masyarakat.
Karena itu, seiring dengan amandemen kedua UUD 1945 pada tahun 2000, pasal 18
UUD 1945 ikut mengalami perubahan. Sehingga banyak kalangan menjadikan momentum
amandemen itu untuk merevisi landasan hukum pelaksanaan otonomi daerah,
sehingga lahirlah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Termasuk di
dalamnya perubahan desain politik daerah yang awalnya berbasis pemilihan tidak
langsung menjadi pemilihan langsung. Maka, sejak tahun 2005, pemilihan kepala
daerah di seluruh Indonesia tidak lagi dipilih oleh DPRD melainkan dipilih
langsung oleh rakyat.[2]
Kini, setelah hampir dua dekade otonomi daerah
diimplementasikan, banyak kalangan yang mulai skeptis dengan efektifitas
pelaksanaan desentralisasi. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung yang
awalnya diharapkan menjadi instrumen untuk mengembalikan kedaulatan rakyat di
bidang politik di seluruh daerah di Indonesia, justru terpelanting menjadi
ajang pembentukan kerajaan-kerajaan politik baru di daerah berbasis oligarkhi
politik, atau bahkan menjadi sarana tumbuh suburnya praktik politik dinasti
yang sesungguhnya jauh dari substansi demokrasi[3].
Maka, bila beberapa waktu lalu Presiden Jokowi mengeluarkan
statement tentang praktik demokrasi yang kebablasan,[4] sesungguhnya hal tersebut tidak
hanya terjadi di pusat, tetapi juga di daerah. Sebab, sebagai otokritik bagi
kita semua selaku stakeholders pemerintahan
di daerah, harus diakui bahwa praktik demokrasi di daerah masih belum
sepenuhnya dilandasi nilai-nilai untuk mengarahkan praktik penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang stabil demi tercapainya tujuan pembangunan yang
digariskan oleh Presiden, Gubernur, maupun Bupati/wali kota.
Namun,
segala hal yang tergolong sebagai residu dari demokratisasi di aras lokal
tersebut tidak lantas menjadikan kita pesimis dan membayangkan bahwa solusi
atas semua persoalan itu adalah kembali pada era sentralime politik. Sebab,
terlepas dari sisi minus penyelenggaraan politik lokal berbasis otonomi daerah,
apa yang sudah dijalankan selama ini terkait dengan demokratisasi di daerah merupakan
kemenangan dari perjuangan civil society
untuk mendeliberasi wacana maupun struktur politik yang awalnya sentralistik dan
cenderung feodal, menjadi struktur power
sharing yang desentralistik dan partisipatif. Meskipun beberapa catatan
terkait liberalisme politik yang kebablasan di berbagai daerah harus
diperhatikan betul sebagai bagian dari evaluasi proses konsolidasi demokrasi di
daerah.
Nampaknya
kita perlu kembali belajar pada hasil studi Samuel Huntington. Dalam buku “Gelombang Demokrasi Ketiga” (1993)[5],
Huntington mengingatkan kita kalau demokrasi itu fluktuatif. Tidak menjadi
jaminan sebuah negara yang sudah stabil level demokrasinya akan terus dalam
kondisi stabil. Bagi negara yang gagal merawat benih-benih demokratisasinya,
konsekuensinya bukan sekedar mengalami stagnasi demokrasi, melainkan juga arus
balik demokrasi yang ditandai dengan menguatnya kembali sistem politik
konservatif (status quo), atau bahkan
sistem politik kontra-demokrasi (otoritarianisme).
Karena itu Huntington, sebagaimana juga Larry Diamond dalam Developing Democracy (1998)[6]
menekankan pentingnya konsolidasi demokrasi sebagai kunci untuk menuju tatanan
demokrasi yang substantif dan mencegah arus balik demokrasi. Dengan konsolidasi
politik yang tuntas (baik di tataran elite maupun massa), agenda-agenda politik
yang sudah dicanangkan tidak akan terganggu oleh riak-riak yang seringkali bergerak
destruktif dalam arus demokratisasi.
Apa yang dimaksud dengan konsolidasi
demokrasi adalah peningkatan secara prinsipil komitmen seluruh elemen
masyarakat pada aturan main demokrasi. Konsolidasi juga dipahami sebagai sebuah
proses panjang yang mengurangi kemungkinan pembalikan demokratisasi, mencegah
erosi demokrasi, menghindari keruntuhan demokrasi, yang diteruskan dengan
melengkapi demokrasi secara berkelanjutan. Dengan kata lain, struktur dan
prosedur politik yang berlangsung selama proses transisi akan dimantapkan,
diinternalisasikan, bahkan diabsahkan dalam proses konsolidasi demokrasi.
Agar proses demokratisasi berjalan
progresif dan mencegah pendulum sejarah bergerak ke arah kontra-demokrasi
(gelombang balik demokratisasi), sebuah negara yang sedang dalam proses
transisi demokrasi sebagaimana terjadi di Indonesia saat ini adalah konsistensi
menjalankan agenda liberalisasi politik (Lay, 2006)[7].
Namun istilah “liberalisasi” dalam konteks ini tidak berkonotasi negatif
sebagaimana orang memandang buruk agenda “liberalisasi ekonomi”. Sebab
liberalisasi dalam konteks politik berarti penciptaan kesetaraan hak untuk
dipilih dan memilih, egalitarianisme, serta keterbukaan proses.
Selama ini, liberalisasi politik yang
merupakan pra-syarat utama menuju demokrasi substantif tersebut sudah relatif
berjalan dalam wujud pelaksanaan Pemilu langsung. Baik untuk level Pemilu
legislatif, Pemilu Presiden-Wapres, Pemilu Gubernur-Wagub maupun Pemilu
Bupati/Walikota-Wabup/Wawali. Sekalipun masih banyak ditemukan berbagai
kekurangan yang menjadi sisi minus dari sistem Pilkada langsung, namun hal
tersebut bukan alasan urgen untuk mengembalikan sistem politik pada sentralisme.
Sebab, sebagai negara yang relatif baru melaksanakan transisi demokrasi
pascareformasi 1998, tentu Indonesia masih sering mengalami rintangan dalam
melaksanakan konsolidasi demokrasi.
Karena itu, sebagaimana pernah dijelaskan
oleh Linz dan Stephan (1996, dalam Lay, 2006) terdapat lima arena yang harus
berjalan simultan dalam proses konsolidasi demokrasi agar proses tersebut tidak
berjalan mundur menuju gelombang balik demokrasi. Pertama, masyarakat politik yang relatif mandiri dan bermakna. Kedua, tumbuhnya kehidupan masyarakat
sipil yang bebas, mandiri dan semarak. Ketiga,
birokrasi negara yang bisa dipakai (usable)
oleh pemerintahan demokratis yang baru. Keempat,
harus ada rule of law yang memberi
jaminan legal bagi kebebasan warga negara dan tumbuhnya kehidupan asosiasional
independen. Kelima,
institusionalisasi masyarakat ekonomi, artinya harus ada norma, institusi, dan
regulasi yang diterima sebagai jembatan antara negara dan pasar.
Pembangunan Ekonomi dan Pembangunan
Demokrasi
Bagaimana
agar konsolidasi demokrasi dapat berjalan secara simultan dan mulus di arena
pertarungan politik lokal yang semakin liberal dewasa ini? Caranya, pembangunan
ekonomi harus berjalan berbarengan dengan pembangunan politik (demokrasi).
Merujuk pada kajian-kajian sebelumnya, banyak ilmuwan yang meyakini bahwa ada
hubungan atau pengaruh dari demokrasi terhadap pembangunan atau sebaliknya
pegaruh pembangunan terhadap demokratisasi.
Misalnya, Adam Przewoski dalam bukunya Democracy and Deveopment[8]
yang berupaya menjawab pertanyaan tentang apakah demokrasi kondusif bagi
pembangunan ekonomi. Przewoski meyakini bahwa dampak pembangunan ekonomi pada
transformasi sistem politik dapat berkontribusi positif. Beberapa contoh
dalilnya adalah sebagai berikut:
1.
Pembangunan ekonomi mengubah
struktur sosial dan menciptakan kelas menengah yang menyediakan basis sosial
bagi demokrasi. Ini adalah Proses yang paling penting. Sebagaimana kita tahu,
jumlah kelas menengah Indonesia saat ini meningkat. Secara demografis, kita
juga berpotensi besar merasakan bonus demografis. Maka, kombinasi antara kelas
menengah muda yang banyak dan terpelajar adalah bekal untuk menguatkan
konsolidasi demokrasi. Karena itu, kita harus benar-benar memperhatikan
pembangunan ekonomi, social, politik, pendidikan dan kebudayaan untuk generasi
milenial.
2.
Pembangunan ekonomi, sebagai
produk yang menyebabkan munculnya nilai-nilai politik baru (seperti
meningkatkan rasa individualitas, otonomi pribadi, dan keyakinan dalam
kebebasan hak pribadi dan pilihan, maupun kesadaran berbangsa dan bernegara)
yang dapat mendukung eksistensi lembaga-lembaga dan praktik demokrasi yang
sehat.
3.
Efek langsung dari
pembangunan ekonomi adalah peningkatan tingkat pendidikan. Di mana meningkatnya
taraf kehidupan warga akan berkorelasi pada peningkatan kesadaran politik dan
kesadaran berdemokrasi.
4.
Komunitas warga yang berpendidikan
cenderung untuk menjadi lebih berpengetahuan tentang proses politik dan lebih
sadar akan hak-hak politiknya. Hal tersebut menjadikan mereka lebih waspada
dalam membela hak-hak, dan memiliki lebih efektif untuk menyuarakan
aspirasinya.
5.
Keberhasilan pembangunan
menghasilkan kekayaan ekonomi, sehingga memungkinkan aktor-aktor civil society untuk mengumpulkan sumber
daya yang meningkatkan kemandirian mereka dari negara, sehingga memperkuat
masyarakat sipil sebagai penyeimbang untuk negara. Efek lain dari pengumpulan
kekayaan adalah kemampuannya untuk menyelesaikan konflik redistribusi (asumsinya, semakin besar kue, semakin
besar kemungkinan setiap orang akan mendapatkan potongan kue tersebut).
6.
Karena keberhasilan
pembangunan lebih mungkin terjadi secara ekonomi terbuka, juga dapat
mempromosikan hubungan sosial, budaya, dan politik dengan masyarakat
internasional. Hubungan ini bertindak untuk memfasilitasi aliran informasi, dan
untuk melemahkan kemungkinan terjadinya pemerintahan otoriter; dan dengan
membuka peluang ekonomi terhadap pengaruh eksternal, untuk membatasi penguasa
otokratis. Hal ini relevan mengingat arus informasi di era digital seperti
sekarang ini meniscayakan kuatnya sumber daya ekonomi dan meratanya pembangunan
infratsruktur teknologi informasi agar informasi yang beredar dapat menguatkan
konsolidasi demokrasi.
Penjelasan di atas menunjukan bahwa
pembangunan dapat berpengaruh terhadap demokrasi dan proses demokratisasi. Dengan
kata lain, dalil yang berlaku adalah, bahwa pembangunan ekonomi dapat mendorong
terbentuknya sistem yang demokratis.
Maka, bagi saya sebagai Kepala Daerah
Kabupaten Pamekasan yang memiliki seperangkat wewenang dan instrument kekuasaan
harus benar-benar memperhatikan (setidaknya) lima arena yang telah dijelaskan
oleh Linz dan Stephan di atas, serta menjadikan hasil studi yang dilakukan para
pakar (misalnya, Adam Przewoski) tentang kaitan antara pembangunan ekonomi dan
kemajuan demokrasi, sebagai rujukan untuk pengambilan kebijakan pemerintah
Kabupaten Pamekasan. Sebab hanya dengan begitu, trust dari rakyat (minimal rakyat Pamekasan) terhadap otonomi
politik lokal di era desentralisasi bisa kembali. Saya ingin mengembalikan
kepercayaan warga pada pemerintah dan saya ingin mengembalikan persepsi warga
(terutama warga Pamekasan) bahwa negara masih hadir di tengah kehidupan mereka.
Sebab, sebagaimana dikatakan Bung Hatta, pada dasarnya demokrasi politik harus
berjalan seirama dengan demokrasi ekonomi.
Untuk
itu, dalam konteks pembangunan demokrasi di daerah yang tidak mungkin
terpisahkan dengan pembangunan ekonomi daerah, saya sudah menyusun beberapa
tawaran kebijakan yang bertujuan untuk meningkatan kesejahteraan warga
Pamekasan. Sehingga pada gilirannya, warga masyarakat yang sejahtera tersebut
dapat memaknai spirit nilai demokrasi
dengan lebih substantif.
Pamekasan Parjugeh, Rajjeh dan
Bajjreh
Dalam
lima tahun kedepan, saya akan berikhtiyar menjadikan Pamekasan sebagai
kabupaten yang Parjugeh, Rajjeh dan Bajjreh. Parjugeh merupakan gambaran sumber daya manusia ideal dan
berkualitas. Karena itulah, pembangunan Pamekasan kedepan akan diarahkan pada
pembentukan generasi pamekasan yang unggul, melalui pendidikan, baik pendidikan
formal gratis, serta pendidikan non formal yang dapat membekali sumber daya
manusia Pamekasan dengan skill dan keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja
serta tantangan era industri 4.0.
Selain
itu, pembangunan infrastruktur dasar akan ditingkatkan demi peningkatan daya
saing Pamekasan. Infrastruktur menjadi variable penting dalam peningkatan daya
saing daerah, serta menjadi variable penting dalam usaha meningkatkan iklim
investasi yang sehat dan menarik investasi baru ke Pamekasan. Inilah yang saya
sebut dengan Rajjeh.
Kualitas
sumber daya manusia yang baik, serta ketersediaan infrastruktur yang
berkualitas, akan memberikan ruang bagi peningkatan peluang ekonomi baru bagi
masyarakat Pamekasan, akan tercipta lapangan kerja baru dari investasi yang
datang karena daya saing yang tercipta karena kondisi iinfrastruktur yang baik,
serta ketersediaan tenaga kerja dari dalam daerah, karena adanya upaya
perbaikan kualitas SDM Pamekasan, dengan demikian, masyarakat Pamekasan akan
mudah mendapat pekerjaan, meningkat hasil pertaniannya, tumbuh industry kreatif
dan manufaktur, kemudian akan meningkat kesejahteraannya. inilah kondisi yang
saya sebut Pamekasan Bajjreh,
masyarakat akan mengalami keberuntungan dari sisi ekonomi, karena telah terjadi
peningkatan kualitas SDM Pamekasan, serta perbaikan kualitas dan ketersediaan
infrastruktur di Pamekasan.
Ada
beberapa program yang sudah saya siapkan untuk dikerjakan dalam waktu 100 hari
pemerintahan, maupun dalam waktu lima tahun kedepan. Diantaranya;
1.
Bidang
Kesehatan, kami akan mengembangkan Layanan Kesehatan Berjalan; Dalam lima tahun
kedepan, masyarakat Pamekasan akan mendapatkan kemudahan dan pelayanan
kesehatan yang baik. Layanan kesehatan bukan hanya diberikan di rumah sakit,
akan tetapi dapat diberikan di rumah-rumah warga, petugas-petugas kesehatan
akan mendatangi warga yang dengan segala kondisi dan posisi tertentu, warga
tidak dapat mendatangi rumah sakit atau puskesmas. Untuk itu, masyarakat dapat
menggunakan e_sehat sebagai media melaporkan keberadaan orang sakit di
lingkungannya. Selain itu, kami akan memberikan Asuransi
kesehatan total (Total Coverage) bagi warga miskin. Asuransi kesehatan total
memberikan jaminan kepada warga miskin untuk menerima pelayanan kesehatan
gratis.
2. Bidang ketenagakerjaan, kami akan
mendorong tumbuhnya wirausaha baru di Pamekasan yang berbasiskan pada potensi
lokal Pamekasan, melalui program pendidikan, pelatihan serta bantuan modal,
kami akan dorong angkatan kerja Pamekasan untuk menciptakan lapangan kerja,
bukan menjadi pencari kerja. Selain itu, menghadapi revolusi industry 4.0,
Pemerintah Pamekasan akan memberikan ruang dan menstimulasi tumbuhnya industry
kreatif di Pamekasan
3. Bidang Pendidikan, peningkatan
infrastruktur pendidikan menjadi salah satu sasaran pembangunan Pamekasan
kedepan, selain itu, kami menyiapkan berbagai beasiswa untuk santri, guru serta
peserta didik berprestasi yang tidak mampu
4. Penerapa Elektronik Government
(E-Gov) merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan, dalam rangka menjadikan
pemerintahan yang partisipatif, demokrastis, kami akan secara rutin mendengar
aspirasi masyarakat melalui Taman Demokrasi.
5. Pelayan publik yang murah, mudah dan
cepat. Kami akan bekerja keras untuk merubah mindset ASN dari perspektif new
publik manejemen, ke new public service, birokrasi lahir untuk melayani bukan
untuk dilayani. Dalam lima tahun kedepan, kami menyelenggaran pelayan publik
yang prima, cepat dan menempatkan pelanggan/rakyat sebagai raja.
6. E_mamadul bupati, akan menjadi media
masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, kritik serta keluhan kepada bupati,
apabila mendapati pelayanan yang lambat, pungli, serta keluhan-keluhan lainnya.
Selain
beberapa rencana program diatas, masih banyak program pembangunan yang akan
kami lakukan dalam rentang waktu lima
tahun kedepan. Semua program tersebut, dimaksudkan untuk mencapai tujuan akhir
Pamekasan Sejahtera.
Melalui
berbagai program yang kami rancang dari bawah, berdasarkan potensil lokal
Pamekasan, akan terwujud masryakat Pamekasan yang sejahtera, masyarakat yang
tangguh, masyarakat dengan fondasi ekonomi yang kokoh, terjadi keberlangsungan
pembangunan serta pemerataan hasil pembangunan. Itulah substansi dari proses
demokratisasi yang akan kami bangun di Pamekasan.
Penutup
Pembangunan
Demokrasi di daerah tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi daerah.
Demokrasi harus berdampak positif terhadap peningkatan daya saing daerah,
meningkatkan daya beli masyarakat, artinya, demokrasi harus mempersembahkan
pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan, serta mempersembahkan kesejahteraan
rakyat.
[1] Lihat
uraian lebih lengkap dalam Marijan, Kacung. 2015.
Sistem politik Indonsia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru. Prenadamedia
Group, Jakarta.
[2] Tommy A. Legowo. 2006. Pemilihan Langsung Kepala Daerah Sebagai
Wujud Demokrasi Lokal. Jakarta: ADEKSI dan Konrad.
[3] Dicky Dwi Ananta. 2016. Oligarkhi Politik di Indonesia: Kasus
Perampasan Tanah di Karawang Tahun 2014. Jurnal Politik Vol. 2 No. 1, Agustus
Tahun 2016.
[4] https://nasional.kompas.com/read/2017/02/22/12031291/jokowi.demokrasi.kita.sudah.kebablasan
[6] Diamond,
Larry. 2003. Developing Democracy Toward
Consolidation. Yogyakarta: IRE Press.
[7] Lay,
Cornelis. 2006. Involusi Politik;
Esai-Esai Transisi Indonesia. Yogyakarta: PLOD UGM.
[8] Adam Przeworski and Fernando Limongi, dalam Siti
Witianti. 2016. Demokrasi dan Pembangunan. Jurnal Wacana Politik – Jurnal
Ilmiah Departemen Politik. Vol. 1, No. 1, Maret 2016.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAYO Bergabung Bersama AJOQQ | Menawarkan Berbagai Jenis Permainan Menarik.
BalasHapus1 ID untuk 8 Permainan Poker, Domino, Capsa Susun, BandarQ, AduQ, Bandar Poker, Sakong, Bandar66 ( NEW GAME!! )
Dapatkan Berbagai Bonus Menarik..!!
- Bonus Cashback 0.3%. Dibagikan Setiap hari SENIN
- Bonus referral 20% SELAMANYA
- Minimal Deposit dan Withdraw hanya 15 rb Proses Aman & cepat
- 100% murni Player vs Player ( NO ROBOT )
Whatshapp : +855969190856
website : AJOQQ.INFO