MAPCLUB

Sabtu, 30 Juni 2018

UNDANG-UNDANG 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (dan UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) menggantikan Undang-undang yang berkaitan dengan kebijakan desentralisasi melalui otonomi daerah yang dicanangkan pemerintahan baru di era reformasi ini, yaitu UU No.22 tahun 1999 dan UU No.25 tahun 1999 dengan judul yang sama. Sejak disahkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 18 Oktober 2004, maka Undang-undang ini berlaku efektif. UU yang lazim disebut UU Pemda ini memiliki jumlah pasal yang lebih banyak dari UU sebelumnya, yaitu memuat 240 pasal, lebih banyak dibanding pendahulunya yang hanya 134 pasal.

Perbedaan demikian terkait erat dengan konsekuensi pasal 3 UUD 1945 hasil perubahan kedua pada tahun 2000. Yaitu pasal 18, pasal 18A dan pasal 18B yang menggantikan pasal 18. Dalam amendemen UUD 1945, dilakukan perubahan mendasar. Dalam Pasal 18 UUD 1945 ayat (1) disebutkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah-daerah Provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan UU. Dalam kalimat tersebut, terjadi hirarki antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah Provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah diakomodasi dalam bentuk urusan pemerintahan menyangkut pengaturan terhadap regional yang menjadi wilayah tugasnya. Hal ini berbeda dengan apa yang ditangkap dalam UU pemerintahan daerah sebelumnya, dimana dalam UU No.22 tahun 1999 hanya disebutkan bahwa Negara Indonesia terdiri atas daerah provinsi dan daerah kabupaten kota. Ini ditafsirkan tidak adanya hirarki antar pemerintahan sehingga muncul konsep “kesejajaran antara provinsi dan kabupaten/kota”. Akibatnya, banyak kabupaten/kota yang tidak tunduk kepada gubernur dengan alasan sesuai dengan aturan Undang-undang. Ketidak seimbangan antara eksekutif dan legislatif (Legislative heavy), yang dikuatirkan banyak kalangan pasca UU No.22 tahun 1999 berlaku mulai hilang. Hal ini dapat dilihat bahwa melalui UU No.32 ini, kewenangan DPRD banyak yang dipangkas, misalnya aturan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, DPRD yang hanya memperoleh laporan keterangan pertanggungjawaban, serta adanya mekanisme evaluasi gubernur terhadap Raperda APBD agar sesuai kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOSIALISASI, BIMTEK DAN PEMBINAAN CABOR FORMI

TANTANGAN FORMI KEDEPAN LEBIH BESAR TERUTAMA  RENCANA PERUBAHAN DARI FEDERASI OLAHRAGA REKREASI MASYARAKAT INDONESIA ( FORMI ) MENJADI KOMIT...