BUDAYA POLITIK DI INDONESIA
oleh Novian Eri Kusuma (XI IPS 4)
Menurut Clifford Geertz, budaya politik Indonesia adalah :
- Budaya politik abangan, yaitu budaya politik yang menekankan aspek-aspek animisme, termasuk para petani.
- Budaya politik Priyayi, yaitu budaya politik masyarakat yang menekankan keluhuran tradisi, masyarakat priyayi adalah masyarakat kelas atas atau kelompok aristokrat dan birokrat seperti para pegawai pemerintah, pada masa lalu mereka berafiliasi dengan partai PNI dan sekarang pada partai golkar.
Menurut Herbert Feith, mengemukakan bahwa Indonesia memiliki dua budaya politik yang dominan yaitu aristokrasi Jawa (kaum Ningrat Jawa ) dan wiraswasta islam (pengusaha yang beragama Islam)
Menurut Prof. Affan Gaffar, budaya politik Indonesia memiliki tiga cirri dominan, yaitu :
- Hirarki yang tegar atau ketat, yaitu adanya pemilahan yang tegas antara penguasa dengan rakyat kebanyakan (rakyat kecil) dengan tatanan hirarkis yang sangat ketat. Tata cara dan alam pikiran serta sopan santun dieskpresikan sesuai dengan asal usul atau kelas masing-masing. Misalnya penguasa dapat menggunakan kata kasar pada rakyat kebanyakan tetapi rakyat kebanyakan harus dengan ekspresi bahasa yang halus.
- Kecendrungan Patronage, menurut James Scott hubungan macam ini disebut sebagai pola hubungan patron- client yaitu pola hubungan individual antara dua individu yaitu si Patron dan si Client. Hubungan ini akan langgeng selama keduanya memiliki kemampuan atau sumber daya yang akan dipertukarkan dan akan berhenti bila antara ke duanya atau salah satunya tidak lagi memiliki sumber daya atau kemampuan. Patron atau si bos biasanya memiliki lebih banyak kemampuan seperti perlindungan, kasih sayang, kesejahteraan, keamanan sedangkan si client atau anak buah atau buruh biasanya hanya memiliki kesetiaan atau loyalitas serta tenaga untuk di berikan kepada si Patron. Bila hubungan ini berakhir maka keduanya akan mencari dan mungkin akan menjadi patron atau client yang baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar